Rabu, 26 Mei 2010

asprosbinareka.com/info.php?act=artDet&id=128


POPULASI DAN TEKNIK SAMPLING
Salah satu bagian dalam desain penelitian adalah menentukan populasi dan sampel penelitian. Dewasa ini, kegiatan penelitian banyak dilakukan dengan penarikan sampel, karena metode penarikan sampel lebih praktis, biayanya lebih hemat, serta memerlukan waktu dan tenaga yang lebih sedikit dibandingkan dengan metode sensus. Pengambilan sebagian dari keseluruhan objek, dan atas hasil penelitian suatu keputusan atau kesimpulan mengenai keseluruhan objek populasi dibuat, disebut sebagai metode penarikan sampel (sampling). Penelitian yang memakai sampel untuk meneliti atau menyelidiki karakteristik objek penelitian, dilakukan dengan beberapa alasan antara lain: objek yang diteliti sifatnya mudah rusak, objek yang diteliti bersifat homogen, tidak mungkin meneliti secara fisik seluruh objek dalam populasi, untuk menghemat biaya, untuk menghemat waktu dan tenaga, serta keakuratan hasil sampling.
Dalam penelitian yang menggunakan sampel sebagai unit analisis, baik pada penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan penelitian dengan pendekatan kualitatif, setidaknya terdapat dua hal yang menjadi masalah atau persoalan yang dihadapi, yaitu: pertama, bahwa persoalan sampling adalah proses untuk mendapatkan sampel dari suatu populasi. Di sini sampel harus benar-benar bisa mencerminkan keadaan populasi, artinya kesimpulan hasil penelitian yang diangkat dari sampel harus merupakan kesimpulan atas populasi. Sehingga masalah yang dihadapi adalah bagaimana memperoleh sampel yang representatif, yaitu sampel yang dapat mewakili elemen lain dalam populasi atau mencerminkan keadaan populasi. Kedua, masalah yang dihadapi dalam penelitian yang menggunakan sampel sebagai unit analisis adalah tentang bagaimana proses pengambilan sampel, dan berapa banyak unit analisis yang akan diambil. Sehingga masalah yang dihadapi diantaranya teknik penarikan sampel manakah yang cocok dengan karakteristik populasi, tujuan dan masalah penelitian yang akan dikaji. Selain itu berapa banyak unit analisis atau ukuran sampel (sample size) yang akan dilibatkan dalam kegiatan penelitian.
Berdasarkan kedua masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka makalah ini bermaksud mengkaji masalah populasi dan teknik penarikan sampel (sampling), khususnya dalam penelitian kualitatif.
A. Pengertian Populasi dan Sampel
Kata populasi (population/universe) dalam statistika merujuk pada sekumpulan individu dengan karakteristik khas yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian (pengamatan). Populasi dalam statistika tidak terbatas pada sekelompok orang, tetapi juga binatang atau apa saja yang menjadi perhatian kita. Misalnya populasi bank swasta di Indonesia, tanaman, rumah, alat-alat perkantoran, dan jenis pekerjaan.
Banyaknya pengamatan atau anggota suatu populasi disebut ukuran populasi. Ukuran populasi ada dua: (1) populasi terhingga (finite population), yaitu ukuran populasi yang berapa pun besarnya tetapi masih bisa dihitung (cauntable). Misalnya populasi pegawai suatu perusahaan; (2) populasi tak terhingga (infinite population), yaitu ukuran populasi yang sudah sedemikian besarnya sehingga sudah tidak bisa dihitung (uncountable). Misalnya populasi tanaman anggrek di dunia.
Informasi tentang populasi sangat diperlukan untuk menarik kesimpulan. Bila kita dapat mengobservasi keseluruhan individu anggota populasi, kita akan mendapatkan besaran yang menyatakan karakteristik populasi yang sebenarnya; dalam statistika disebut parameter. Dengan demikian parameter adalah suatu nilai yang menggambarkan ciri/karakteristik populasi. Parameter merupakan suatu nilai yang stabil karena diperoleh dari observasi terhadap seluruh anggota populasi. Biasanya dilambangkan dengan huruf-huruf Yunani. Misalnya: Rata-rata populasi dilambangkan dengan ? (baca: myu). Jika kita mengamati seluruh populasi berarti kita melakukan sensus.
Dari beberapa literature atau pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan keseluruh elemen, atau unit elementer, atau unit penelitian, atau unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu yang dijadikan sebagai objek penelitian. Pengertian populasi tidak hanya berkenaan dengan ”siapa” tetapi juga berkenaan dengan apa. Istilah elemen, unit elementer, unit penelitian, atau unit analisis yang terdapat pada batasan populasi di atas merujuk pada ”siapa” yang akan diteliti atau unit di mana pengukuran dan inferensi akan dilakukan (individu, kelompok, atau organisasi), sedang penggunaan kata karakteristik merujuk pada ”apa” yang akan diteliti.

Selasa, 18 Mei 2010

Penelitian Ilmiah BAB III

BAB III
METODE PENELITIAN


1.1 Objek Penelitian

Identitas Koperasi Karyawan Goodyear

• Identitas Koperasi

Nama Badan Usaha : Koperasi Karyawan Goodyear ( Kopkar Goodyer )
Jenis Koperasi : Unit Simpan dan Jasa
Bentuk Koperasi : Primer Kota Bogor
Kelompok Koperasi : Koperasi Karyawan
Status : Aktif
Klasifikasi : A
Lokasi Usaha : JL. Pemuda no.27, Tanah Sareal Kota Bogor Jabar 16161
Telp / Fax : ( 0251 ) 8334160, ext. Manager 1180
Didirikan : 5 Oktober 1963, atas nama Koperasi Pegawai Goodyear
15 Mei 1987 Berubah nama menjadi Koperasi Buruh Indonesia
31 Mei 1990 Berubah nama menjadi Kopkar Goodyear


• Badan Hukum

Badan Hukum No. 3444B / BH / PAD / KWK.10 / IV / 1996
No Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) 01.464.784.6.404.000
Surat Izin Usaha Perdagangan ( SIUP ) 58.1728 / 10-05 / PK / IX / 1994
Surat Izin Tempat Usaha ( SITU ) 503 / SK 328 – Ekon / 1994
Tanda Daftar Perusahaan ( TDP ) 10.04.2.52.00009


• Anggaran Dasar – Anggaran Rumah Tangga

AD-ART : 12 April 1996, telah terdaftar di Kanwil Department Koperasi Jabar
AD-ART direvisi dan disyahkan pada Rapat Anggota tanggal 15 april 2001


• Share Holder

Kepemilikan Dana Lembaga usaha koperasi adalah milik 739 anggota Kopkar Goodyear yang merupakan karyawan tetap PT. Goodyear Indonesia Tbk.



1.2 Data Variabel

Laporan Keuangan Koperasi 2008 & 2009

NERACA
PERIODE 2008


AKTIVA


Aktiva Lancar

Kas dan Bank 820.755.952
Piutang :
Anggota 5.689.910.772
Non Anggota 69.335.001

Persediaan Brg Dagang 57.694.619
Biaya Dibyr Dimuka 128.181.218
Uang Muka Pajak 8.000.000
Biaya yg Ditangguhkan -


Jumlah AL 6.773.877.562

Piutang Jangka Panjang 6.101.746.738

Aktiva Tetap Setelah
Dikurangi Penyusutan 1.719.420.296













TOTAL AKTIVA 14.595.044.596



PASSIVA


Kewajiban Jangka Pendek

Hutang Jangka Pendek
Hutang Anggota 2.636.708.586
Hutang Supplier 199.774.597
Hutang Bank 3.036.610.152
Hutang Pajak 9.419.977
Hutang Lain – lain 96.547.155

Simpanan Koperasi 708.311.633
Dana – dana -


Jumlah KL 6.687.372.100

Kwajiban Jngka Pnjng 3.100.656.354

Kekayaan Bersih
Simpanan Pokok 26.642.500
Simpanan Wajib 3.151.534.896
Simpanan Perumahan 586.072.971
Simpanan Dana Sosial 478.983.539
Simpanan Resiko Usaha 115.268.671
Donasi 24.274.350
Cadangan 331.327.781
SHU Akumulatif 92.911.434


Jmlh Kekayaan Bersih 4.807.016.142



TOTAL PASSIVA 14.595.044.596





NERACA
PERIODE 2009


AKTIVA


Aktiva Lancar

Kas dan Bank 901.336.053
Piutang :
Anggota 2.553.150.990
Non Anggota 119.791.464

Persediaan Brg Dagang 51.880.508
Biaya Dibyr Dimuka 108.185.194
Uang Muka Pajak 29.557.771
Biaya yg Ditangguhkan 106.047.447


Jumlah AL 3.869.949.427

Piutang Jangka Panjang 8.525.301.890

Aktiva Tetap Setelah
Dikurangi Penyusutan 478.772.752













TOTAL AKTIVA 12.874.024.069




PASSIVA


Kewajiban Jangka Pendek

Hutang Jangka Pendek
Hutang Anggota 2.822.193.674
Hutang Supplier 195.520.936
Hutang Bank 1.511.912.819
Hutang Pajak 2.973.723
Hutang Lain – lain 85.321.162

Simpanan Koperasi 697.877.536
Dana – dana 1.302.786


Jumlah KL 5.317.102.636

Kwajiban Jngka Pnjng 2.668.957.570

Kekayaan Bersih
Simpanan Pokok 29.721.500
Simpanan Wajib 3.412.403.106
Simpanan Perumahan 625.948.850
Simpanan Dana Sosial 569.194.789
Simpanan Resiko Usaha 167.206.384
Donasi 24.274.350
Cadangan 274.265.459
SHU Akumulatif (215.050.575)


Jmlh Kekayaan Bersih 4.887.963.863



TOTAL PASSIVA 12.874.024.069






Laporan Rugi / Laba


PENJUALAN 2009 2008
Penjualan Barang Dagang 822.764.687 1.688.334.812
Penjualan Ban Tunai / Kredit 948.561.744 1.133.514.989
Penjualan ke PT. Goodyear 134.789.783 172.866.380
Jumlah Penjualan Barang Dagang 1.906.116.214 2.994.716.181

Penjualan Jasa Sewa Kendaraan 249.097.386 272.645.029
Penjualan Jasa / Pinjaman Khusus 186.783.700 395.185.053
Jumlah Penjualan Jasa – Jasa 435.881.086 667.830.082

Jumlah Penjualan Barang dan Jasa 2.341.997.300 5.761.650.264

PENDAPATAN
Pendapatan Penjualan Jasa 1.448.416.546 2.238.952.576
Pengembalian Jasa Pinjaman - (139.848.575)
Jumlah Pendapatan 1.448.416.546 2.099.104.001

TOTAL Penjualan Dan Pendapatan 3.790.413.846 5.761.650264

Harga Pokok Barang dan Jasa
Persediaan Awal 57.694.649 130.320.266
HP. Penjualan Brg Dagang 2.110.331.241 3.159.030.062
HP. Jasa Sewa Mobil 195.306.112 264.810.485
Discount Pembelian (4.373.926) (9.723.789)
Jumlah Harga Pokok 2.358.958.076 3.544.437.024
Persediaan Akhir 51.880.538 57.694.649

Jumlah HP. Penj. Barang dan Jasa 2.307.077.538 3.486.742.375

LABA KOTOR 1.483.336.308 2.274.907.889

Jmlh bbn oprasional,perkoperasian,umum & adm. 631.666.002 665.528.341

Beban Lain –lain
Bunga Simpanan 67.996.162 133.407.600
Bunga Bank 916.089.049 1.094.778.768
Bunga Titipan Anggota & YKG 284.356.266 334.028.907
Beban Lain – lain 786.742 1.016.936
Jumlah Beban lain- lain 1.269.228.219 1.563.232.212




Pendapatan
Pendapatan jasa giro,deposito, ass beasiswa 71.179.712 70.720.275
Pendapatan lain lain 131.327.626 11.543.022
Jumlah Pendapatan Lain –lain 202.507.338 82.263.297

JMLH PNDAPATAN & BEBAN LAIN- LAIN (1.066.720.881) (1.480.968.914)


SHU Sebelum Pajak (215.050.575) 128.410.634

Pajak - 35.499.200

SHU Setelah Pajak (215.050.575) 128.410.634

50 % Aktivitas Anggota - 46.455.717
Retur Bunga / Hutang Jasa Pinj Anggota - 139.848.575
Bunga Simpanan 67.996.162 133.407.600


Jumlah SHU Yang Dibagikan 67.996.162 319.711.892


























Laporan Perubahan Kekayaan Bersih


KOPERASI KARYAWAN GOODYEAR
LAPORAN PERUBAHAN KEKAYAAN BERSIH
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR
PERIODE 31 DESEMBER 2008 & 2009



URAIAN 2009 2008
Rp Rp

SALDO AWAL 4.807.016.142 4.479.244.812

Simpanan Pokok Anggota 3.079.000 5.314.000
Simpanan Wajib 260.868.219 245.825.871
Simpanan Perumahan 39.875.879 45.642.368
Simpanan Resiko Usaha 51.937.713 12.908.952
Simpanan Dana Sosial 90.211.250 96.215.250
Cadangan Koperasi 57.062.322 81.360.652
Pembagian Sisa Hasil Usaha Tahun Lalu 92.911.434 63.867.989
Sisa Hasil Usaha Tahun Berjalan 215.050.575 92.911.434

Jmlh Kenaikan / Pnurunan Kekayaan Bersih 80.947.721 327.771.330


SALDO AKHIR 4.887.963.863 4.807.016.124


















1.3 Alat Analisis


Analisa Keuangan

Suatu analisa keuangan dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan atau tingkat kemampuan dan kesehatan financial koperasi melalui perbandingan atau ratio financial pada periode pelaporan. Sesuai dengan periode pelaporan saat ini, sebagai dasar analisa keuangan yang disajikan adalah Neraca dan Laporan Laba Rugi Kopkar Goodyear untuk periode 31 Desember 2008 dan 31 desember 2009


1. Ratio likwiditas

Current Ratio dengan rumusan sebagai berikut

Aktiva Lancar
Hutang Lancar


Working Capital dengan rumusan sebagai berikut

Aktiva Lancar - Hutang Lancar
Total Aktiva

Cash Ratio dengan rumusan sebagai berikut

Kas Dan Bank

Hutang Lancar


Quick Acid test dengan rumusan sebagai berikut

Kas, Bank Dan Piutang Hutang Lancar










2. Ratio Aktivitas

Menunjukan aktifitas usaha koperasi dimana kemampuan dana yang tertanam di keseluruhan aktiva yang berputar dalam satu periode satu setahun atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan keuntungan / profit / revenue.


Total asset turn over dengan rumusan sebagai berikut

Penjualan & pendapatan

Jumlah Aktiva


Receivable turn over dengan rumusan sebagai berikut

Penjualan Kredit

Piutang Rata –Rata


Keuntungan


Gross Profit Margin dengan rumusan sebagai berikut

Tot Penjualan - HPP

Total Penjualan


ROI ( Return On Invesment) dengan rumusan sebagai berikut

SHU Sebelum Pajak

Kekayaan Bersih Sendiri

Penelitian Ilmiah BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI


2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Brotodiharjo, (1991 : 2)
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh nama wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggaarakan pemerintahan.”
Menurut Soemitro, (1990 : 5)
“Pajak adalah iuran kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Waluyo, (2006 : 2)
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma- norma umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditujukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”
Dari pengertian- pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri ataupun unsur yang melekat pada pajak di dalam pengertian pajak, adalah:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang- undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayarannya, pajak tidak dapat ditujukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaaran- pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publik investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur sebagai berikut:
1. Iuran rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak adalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan Undang- Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang- undang serta aturan pelaksanaanya.
3. Tanpa Jasa Timbal Balik atau Kontraprestasi dari Negara
Yang secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk Membiayai Rumah Tangga Negara
Yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Fungsi Penerimaan (BudgetairI
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.





2.1.3 Pengertian dan Kedudukan Hukum Pajak
Kewenangan pemungutan pajak berada pada pemerintah, Di negara- negara hukun segala sesuatu harus ditetapkan dalam undang- undang, Seperti di Indonesia pemungutan pajak diatur dalam pasal 23A Amandemen undang- undang dasar 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang- undang. Atas dasar undang- undang, dimaksudkan bahwa pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat kepada pemerintah, untuk membiayai pengeluaran negara dengan tidak mendapat kontraprestasi langsung. Peralihan kekayaan dapat pula terjadi karena hibah atau kemungkinan peristiwa atau perampokan. Oleh karena itu, segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat sebagai contoh pajak harus ditetapkan dengan undang- undang yang telah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selanjutnya, keseluruhan peraturan- peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas negara termasuk dalam ruang lingkup pengertian hukum pajak. Mengingat peraturan ini menyangkut hubungan hukum antara negara dengan orang pribadi atau badan yang mempunyai kewajiban membayar pajak, hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak mengatur pula hubungan antara hukum negara dan orang- orang atau badan- badan hukum yang mempunyai kewajiban membayar pajak. Hukum pajak sebenarnya mempunyai ruang lingkup yang luas, tidak hanya menelaah keadaan- keadaan dalam masyarakat yang dihubungkan dengan pengenaan pajak dan merumuskan serta menafsirkan peraturan hukum dengan memperhatikan ekonomi dan keadaan masyarakat, hukum pajak memuat unsur hukum pidana dan peradilan seperti yang termuan dalam Undang- undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang belaku mulai tanggal diundangkan yaitu 12 April 2002. Secara global bahwa hukum terbagi dalam dua kelompok besar yaitu Hukum Publik dan Hukum Perdata. Hukum Publik mencakup hukum pidana, hukum tata usaha negara, dan hukum tata negara. Hukum perdata mencakup hukum pidana dalam arti sempit dan hukum dagang.
Menyimak uraian sebelumnya dapat digambarkan hukum publik ini adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warganya, sedangkan dalam hukum perdata ini adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang pribadi di dalam masyarakat.
Hukum tata usaha negara atau hukum administrasi negara adalah serangkaian peraturan hukum yang mengatur semua cara kerja dan pelaksanaan wewenang yang langsung dari lembaga- lembaga negara serta aparatnya dalam melaksanakan tugas masing- masing.
Kedudukan hukum pajak ini merupakan sebagian dari hukum tata usaha negara. Tetapi ahli hukum pajak seperti Prof. Dr. P. J. A. Adriani menghendaki hukum pajak inidapat berdiri sendiri yang merupakan ilmu pengetahuan, terlepas dari Hukum Tata Usaha Negara dengan alasan bahwa hukum pajak ini mempunyai tugas yang bersifat lain dengan hukum administrasi. Namun pandangan lainnya bahwa kemandirian hukum pajak ini kurang tepat karena hukum pajak terlepas dari hukum lainnya.

2.1.4 Pengelompokkan Pajak
• Menurut Golongan
a. Pajak Langsung
Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban lansung Wajib Pajak yang bersangkutan.
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
• Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.


b. Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
• Menurut Pemungutannya
a. Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya Wealth of Nations mengemukakan 4 syarat untuk tercapainya peraturan pajak yang adil, yang lazim dikenal dengan Four Canons Taxation atau sering disebut The Four Maxims (Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein : 2000 : 21), yaitu:
1. Equality and Equity
Equality atau kesamaan, mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berbeda dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama. Sedangkan Equity adalah sesuatu yang adil secara umum belum tentu adil dalam kasus tertentu. Fungsi Equity atau kepatuhan adalah :
1. Jus adjuvandi, untuk menyesuaikan hukum.
2. Jus Spptendi, untuk menambah hukum.
3. Jus Corrigendi, untuk mengoreksi hukum.
Pengertian peradilan merupakan pengertian yang sangat relatif dan bergantung pada suatu tempat, waktu dan ideologi yang melandasinya.
2. Certainty atau kepastian hukum
Kepastian hukum merypakan tujuan setiap undang-undang dalam pembuatannya, harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat dalam undang-undang jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Kepastian hukum banyak tergantung pada susunan kalimat, susunan kata, dan penggunaan istilah yang sudah dilakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, penggunaan bahasa hukum secara tepat sangat diperlukan.
3. Convenience of Payment
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu pada saat wajib pajak mempunyai uang, ini akan mengenakan wajib pajak convenience.
4. Economic of Collection
Dalam pembuatan undang-undang pajak, perlu dipertimbangkan bahwa biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk. Tidak ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya hanya untuk biaya pemungutan saja.
Disamping syarat-syarat diatas, beberapa syarat lainnya adalah :
1. Syarat Yuridis.
Undang-undang pajak yang normatif harus memberikan kepastian hukum, seperti disebut Adam Smith dengan certainty nya. Dalam penyusunan undang-undang pajak harus diperhatikan juga bahwa undang-undang tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang berkedudukan lebih tinggi dari undang-undang.
2. Syarat Ekonomi
Pungutan Pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada penguasa tanpa adanya imbalan secara langsung.
3. Syarat Finansial (pemungutan pajak harus dilakukan secara efisien).
Sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber keuangan negara, maka hasil pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutupi sebagian pengeluaran negara.
4. Syarat Sosiologis
Faktor yang harus ada dalam pungutan pajak adalah harus adanya masyarakat karena tanpa adanya masyarakat maka tidak akan ada pajak. Dengan demikian pajak harus dipungut sesuai kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan situasi masyarakat pada saat tertentu.

5. Sistem Pungutan Harus Sederhana
Sistem pungutan pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan akan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.
2.2.1 Cara Pemungutan Pajak
1. Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel:
a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang- undang, misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar pada tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali.
2.2.2 Tarif pajak
Tarif pajak yang diterapakan atas Penghasilan Kena Pajak bagi :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah :
Tabel 2.1
Tarif pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
- S/d Rp 25.000.000
- Diatas Rp 25.000.000 s/d Rp 50.000.000
- Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000
- Diatas Rp 100.000.000 s/d Rp 200.000.000
- Diatas Rp 200.000.000 5%

10%

15%

25%
35%


b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap adalah :
Tabel 2.2
Tarif pajak bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
- S/d Rp 50.000.000
- Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000
- Diatas Rp 100.000.000 10%

15%
30%

Dengan peraturan pemerintah, tarif tertinggi dapat diturunkan menjadi paling rendah 25%. Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan. Untuk keperluan penerapan tarif pajak jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh. Besarnya Pajak Terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi Dalam Negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk satu tahun pajak. Untuk keperluan penghitungan pajak tiap bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari. Dengan Peraturan Pemerintah dapat diterapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi.

2.2.3 Hapusnya Hutang Pajak
Apabila melihat timbulnya utang pajak bahwa utang pajak timbul karena surat ketetapan pajak (ajaran formal), ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System. Perbedaan dengan ajaran materiil bahwa utang pajak timbul karena undang-undang. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.
Sedangkan hapusnya utang pajak disebabkan :
1. Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus karena pembayaran yang dilakukan ke kas negara.
2. Kompensasi
Keputusan yang ditujukan kepada kompensasi utang pajak dengan tagihan seseorang diluar pajak tidak diperkenankan. Oleh karena itu kompensasi terjadi apabila wajib pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima wajib pajak sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang,
3. Daluwarsa
Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk mlakukan penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguh, antara lain apabila diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
4. Pembebasan
Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya tetapi karena ditiadakan. Pembebasan umunya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi.
5. Penghapusan
Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembeasan, tetapi diberikannya karena keadaan wajib pajak misalnya keadaan keuangan wajib pajak.

2.3 Koreksi Fiskal
Menurut Putra (2008), Koreksi Fiskal adalah koreksi yang dilakukan terhadap laba akuntansi untuk mendapatkan laba pajak. Koreksi ini dimaksudkan untuk meniadakan perbedaan antara laporan keuangan komersial yang mendasarkan pada SAK dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, khususnya dalam pengakuan penghasilan dan biaya. Perbedaan tersebut terdiri dari 2 macam yaitu:

1. Beda Tetap (Permanent Difference)
Beda tetap adalah perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Atau bisa dijelaskan bagi perusahaan semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak, dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak. Sedangkan bagi Ditjend Pajak, tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan.

2. Beda Waktu (Time Difference)
Beda waktu adalah perbedaan terhadap jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat terjadi akibat perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban. Atau bisa disebut juga perbedaan yang diakibatkan karena bedanya waktu pengakuan baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban tangguhan), juga akibat perbedaan beban penyusutan dimana pihak Ditjend Pajak menggunakan metode penyusutan Garis Lurus (Straight Line Method) sementara perusahaan mungkin menggunakan metode penyusutan yang lain, yang oleh karenanya mengakibatkan adanya perbedaan alokasi beban penyusutan. Prakiraan Umur ekonomis atas aktiva tetap juga turut memberi kontribusi atas perbedaan tersebut.



















Gambar 2.1
Rekonsiliasi Fiskal







Perbedaan-perbedaan tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian agar Jumlah PPh Terutang antara yang dihitung oleh perusahaan dengan Ditjend Pajak bisa sama. Menurut Putra (2008), ada dua macam penyesuaian fiskal, yaitu:
1) Penyesuaian Fiskal Positif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.
2) Penyesuaian Fiskal Negatif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak

Tabel 2.3
Penyesuaian Fiskal Positif dan Negatif
Penyesuaian Fiskal Positif Penyesuaian Fiskal Negatif
a. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota. a. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal
b. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan b. Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal.
c. Penggantian / imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan. c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya.
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham / pihak yang mempunyai hub. Istimewa sehubungan dengan pekerjaan. d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya.
e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan.
f. Pajak Penghasilan.
g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham.
h. Sanksi Administrasi.
i. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal.
j. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal.
k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
l. Penyesuaian fiskal positif lainnya.

Sedangkan menurut Djoko Muljono (2006;146), koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif, yaitu:
1) Koreksi Positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan rugi laba komersial menjadi semakin kecil, atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan. Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan adanya koreksi fiskal positif antara lain transaksi yang berkaitan dengan kegiatan berikut ini:
a. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan.
b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP.
c. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi.
d. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
e. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final.
2) Koreksi negatif adalah koreksi fiskal yang berakibat dengan adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi semakin besar, atau yang berakibat dengan adanya pengurangan penghasilan. Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan adanya koreksi fiskal negatif antara lain mengenai:
a. Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah,selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya.
b. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
c. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final.





2.4 Pajak Penghasilan (PPh) Badan Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh Penghasilan Wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

2.4.1 Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang pajak penghasilan.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengguanaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan dari pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi Asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.








Subjek Pajak Penghasilan
Pengertian Subjek Pajak Penghasilan mencakup baik orang pribadi atau perseorangan dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak maupun badan dan bentuk usaha tetap.
Adapun Subjek Pajak Penghasilan dapat dirinci sebagai berikut:

Subjek Pajak Dalam Negeri
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak.
3. Badan yang didirikan atau bertempat tinggal di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia.


Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap adalah bentuk yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat berupa:
• Tempat kedudukan manajemen.
• Cabang perusahaan.
• Kantor perwakilan.
• Gedung kantor.
• Pabrik.
• Bengkel.
• Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan.
• Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan.
• Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
• Orang atau bedan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
• Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan yang tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia.








2.5 Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Terutang Wajib Pajak Badan
Perhitungan PPh Badan terutang dari PKP antara:
0 s.d Rp 50.000.000,- X 10% = Rp XXX
Rp 50.000.000,- s.d Rp 100.000.000,- X 15% = Rp XXX
Rp 100.000.000,- ke atas X 30% = Rp XXX (+)
Rp XXX

2.5.1 Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Badan Pasal 25
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 21, pasal 22, pasal 23, dan pasal 24, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh:
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan
SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun XXX XXX

Dikurangi :
1. Pajak Penghasilan yang dipotong
Pemberi kerja (PPh Pasal 21) XXX
2. Pajak Penghasilan yang dipungut
Oleh pihak lain (PPh Pasal 22) XXX
3. Pajak Penghasilan yang dipotong
Oleh pihak lain (PPh Pasal 23) XXX
4. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri ( Psl 24) XXX
Jumlah Kredit Pajak XXX

Selisih XXX
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun XXX sebesar : Rp XXX /12 = Rp XXX.
Apabila Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksudkan dalam contoh diatas berkenaan dengan Penghasilan yang diterima atau diperoleh untuk bagian pajak yang meliputi masa 6 bulan dalam tahun 2003, maka besarnya angsuran bulanan yang harus dibayarkan sendiri setiap bulan dalam tahun 2004.
Khusus dalam masa transisi Tahun Pajak 2001 angsuran bulanan pasal 25 diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.Kep.210/Pj/2001 sebagai berikut :
Besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2001 mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh 2000 dihitung dengan cara:
1. PPh Terutang atas Penghasilan Kena Pajak menurut SPT tahun 2000 dihitung dengan tarif lama.
2. Perhitungan PPh Pasal 25 didasarkan tarif lama.
3. PPh Terutang atas Penghasilan Kena Pajak menurut SPT Tahun 2000 dihitung dengan tarif baru.
4. Angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2001 yaitu perbandingan PPh Terutang dengan tarif baru (butir 3) dengan tarif lama (butir 1) dikalikan dengan besarnya angsuran menurut tarif lama (butir 3).

Penelitian Ilmiah BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan perkembangan perekonomian di Indonesia terus maju yang diikuti oleh beberapa faktor. Salah satu yang mendukung kemajuan perekonomian bangsa adalah kemajuan koperasi. Oleh karena itu pemerintah harus terus mendukung berkembangnya koperasi dengan berbagai cara untuk membantu pereokonomian Indonesia guna mencapai pembangunan nasional yang berkesinambungan.
Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk menggalakan program koperasi karena koperasi merupakan penggerak roda perekonomian yang bisa membantu kesejahteraan anggotanya, apabila seudah banyak koperasi maju maka kesejahteraan rakyat Indonesia pun bisa terus maju yang diikuti pula perekonomian bangsa yang lebih baik.
Salah satu cara pemerintah untuk mewujudkan koperasi di Indonesia adalah dengan mempermudah pendirian koperasi. Dengan memberi izin mendirikan koperasi maka banyak sekali keuntungan yang dapat diperoleh pemerintah selain masalah perekonomian rakyat kecil terbantu maka rakyat yang ikut menjadi anggota koperasi akan lebih sejahtera sesuai dengan tujuan utama koperasi yaitu mensejahterakan anggotanya. Selain itu masyarakat diajarkan untuk mengelola sendiri sebuah badan yang berlandaskan hukum untuk mencapai kehidupan rakyat yang lebih baik dalam hal finansial.
Dalam pendiriannya koperasi mendapatkan modal dari berbagai pihak seperti anggota melalui simpanan wajib dan simpanan pokok, selain itu pendanaan modal kopeasi dapat juga diperoleh dari pinjaman dana dari bank. Oleh karena diharapkan pemerintah bekerja sama dengan pihak bank untuk mempermudah pemberian kredit pada koperasi karena dengan adanya kredit tersebut kemajuan dan kelancaran koperasi bisa tercapai. Tentunya pemberian kredit tersebut harus diikuti oleh pemberian bunga yang tidak membebani kelangsungan usaha koperasi Disinilah peran pemerintah untuk membuat peraturan-peraturan yang melindungi koperasi agar tidak bermasalah dengan bank.
Banyak keuntungan yang dicapai dalam pemberian kredit bank tersebut. Pihak koperasi bisa terus melangsungkan usahanya dengan baik dan pihak bank pun bisa mencapai tujuannya yaitu mengedarkan dana pada masyarakat Dari uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul untuk penulisan ilmiah ini adalah “Pengaruh Pemberian Kredit Bank Mandiri Pada Pertumbuhan Koperasi PT. Goodyear”

1.2 Rumusan Dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Laporan keuangan koperasi memberikan gambaran tentang hasil/ perkembangan posisi keuangan koperasi tersebut. Untuk menganalisis dengan adanya pemberian kredit pada kopersi tersebut mempunyai peranan yang penting bagi koperasi atau justru mempunyai pengaruh yang kurang baik bagi usaha kopersi tersebut. Berdasarkan keterangan diatas maka dalam penulisan ilmiah ini, penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengaruh pemberian kredit bank dalam keberlangsungan koperasi PT. Goodyear?
2. Seberapa jauhkah dampak kredit yang diperoleh kopersi untuk kelancaran usaha dan mensejahterakan anggota?

1.2.2 Batasan Masalah
Dengan memperhatikan perkembangan laba tiap periode, maka dapat diketahui apakah usaha yang dijalankan koperasi mengalami perkembangan atau tidak. Sehingga pada penulisan ilmiah ini, penulis memberikan batasan masalah hanya pada pemeriksaan laporan keuangan kopersi tahun 2008 dan 2009.


1.3 Tujuan Penelitian
Penulisan Ilmiah ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kredit bank dalam keberlangsungan koperasi PT. Goodyear.
2. Untuk mengetahui seberapa jauh dampak kredit yang diperoleh kopersi untuk kelancaran usaha dan mensejahterakan anggota.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis
Penulisan ilmiah ini bermanfaat bagi mahasiswa dan bagi para pembaca, penulisan ilmiah ini untuk menambah pengetahuan penulis tentang pergram kredit yang diberikan bank pada koperasi.

1.4.2. Manfaat Praktis.
Dalam penulisan ini juga diharapkan agar koperasi mengetahi dampak positif dan negatif dengan meminjam dana dari pihak luar yaitu bank.

1.5 Metode Penelitian
Dalam pengumpulan data-data ataupun informasi untuk kepentingan penulisan ini menggunakan beberapa metode untuk membantu dalam pembuatan penulisan ini, adapun metode yang digunakan adalah :

1.5.1 Objek Penelitian
Koperasi karyawan PT. Goodyear Indonesia jln pemuda no 27 .

1.5.2 Data / Variabel
Penulis menggunakan data sekunder perusahaan sebagai data utama yang diperlukan untuk menganalisa. Data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ilmiah ini adalah Laporan Keuangan Koperasi PT. Goodyear 2008& 2009.


1.5.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data-data yang berhubungan dengan pokok pembahasan penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan beberapa metode riset yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Adapun metode-metode yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
1. Data Sekunder
Data ini diperoleh dengan cara mengumpulkan data yang telah diolah oleh pihak koperasi berupa dokumen-dokumen sebagai kerangka teoritis dan diperoleh dari studi keperpustakaan yang meliputi dari literatur, karangan-karangan dan tulisan lain yang mempunyai hubungan dengan objek penelitian.

2. Studi Kepustakaan
Untuk mengadakan perbandingan antara teori dan praktek penulis mencari dan membaca referensi melalui buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan materi Penulisan Ilmiah ini.


1.5.4 Alat Analisis
Penulis dalam hal melakukan penelitian ini menggunakan alat analisis secara deskriptif dan kuantitatif.
1. Analisis Deskriptif adalah menganalisa masalah dengan cara mendeskripsikannya dengan menggunakan laporan keuangan kopersi dan tabel.
2. Analisis Kuantitatif adalah menganalisis masalah dengan cara perhitungan atau rumus-rumus akuntansi untuk menganalisa laporan keungan koperasi.